Saham yang tidak akan saya beli

S


Dari sekian ratus saham yang listing di IHSG, ada banyak saham yang tidak akan saya beli sehebat apa pun tren kenaikannya.

Bukan sombong. Atau sok iyes.

Saya hanya mencoba jadi investor yang memilih wonderful company untuk dipegang dalam waktu lama. Ini demi menghindari kerepotan untuk merombak portofolio. Serta menjauhkan diri dari ketamakan.

Berikut langsung saja daftarnya.

Saham Rokok

Saya tidak anti rokok. Saya perokok tulen selama belasan tahun.

Hanya saja tren rokok tembakau memang sudah semakin redup digantikan oleh rokok elektronik yang menurut saya akan jadi masa depan dari rokok.

Itu yang saya hisap sekarang dalam transisi untuk berhenti sepenuhnya.

Data menunjukkan popularitas rokok tembakau di kalangan muda semakin turun dari tahun ke tahun, baik itu dikarenakan oleh kampanye hidup sehat maupun disrupsi ke pod dan vaping yang semakin digemari. Ini bukan kabar yang bagus bagi perusahaan rokok berbasis tembakau.

Selain itu, kenaikan pita cukai rokok selalu jadi isu yang super sensitif. Sayangnya itu terjadi hampir setiap tahun.

Bertambah heboh negara dengan kebutuhan pemasukan melalui pajak, bertambah parah kenaikan cukai rokoknya.

Demikianlah, saya tidak membeli: GGRM, HMSP. WIIM, ITIC, RMBA.

Selain saham rokok, saya juga tidak membeli saham bir, seperti: DLTA dan MLBI.

Saham Perusahaan dari Sektor Bisnis Senjakala

Selain rokok, ada banyak sekali sektor bisnis yang menurut saya sudah memasuki fase senjakalanya. Alias madesu.

Masa depan suram.

Beberapa didorong oleh disrupsi digital. Beberapa yang lain memang masanya saja yang sudah lewat.

Di sektor retail; Matahari, Ramayana atau Global Teleshop mungkin masuk dalam kriteria ini. LPPF, RALS, GLOB.

Saham batubara pun sama. Meski saya masih memegang beberapa emiten batubara, tapi mulai pertengahan tahun ini, saya berencana akan melepas semuanya dan tak akan meliriknya kembali.

Sebagai informasi, batubara adalah sumber energi yang tidak ramah lingkungan sehingga mulai ditinggalkan atau direncanakan untuk segera ditinggalkan oleh Tiongkok yang jadi konsumen terbesarnya di dunia.

Jika Anda pernah mengikuti bagaimana komitmen Tiongkok untuk menghentikan impor sampah plastik, Anda seharusnya begitu yakin bagaimana mereka nanti akan menghentikan impor batubara.

(FYI, Tiongkok dahulu adalah negara importir sampah plastik terbesar di dunia, karena itu menghasilkan keuntungan yang besar. Tapi isu lingkungan membuat mereka menghentikan impor sampah ini sepenuhnya. Pada akhirnya, Malaysia dan Indonesia adalah dua negara pengimpor sampah plastik yang menggantikan Tiongkok saat ini.)

Demikianlah, saya tidak membeli: LPPF, RALS, GLOB dan (mulai pertengahan tahun nanti) DOID, ADRO, INTP, PTBA, BUMI, HRUM, FIRE serta saham batubara lainnya.

Saham Perusahaan Tidak Sehat

Seheboh-hebohnya pergerakan teknikal, pada akhirnya harga suatu saham akan ditentukan oleh kinerja perusahaannya.

Perusahaan bisa saja merugi. Tetapi jika kerugian itu berlangsung selama bertahun-tahun, tentu ada sesuatu yang keliru dan cukup menjadi alasan bagi saya untuk tidak meliriknya.

Untuk menemukannya, cukup lihat laporan keuangan. Jika minus terus, itulah ciri perusahaan tak sehat.

Saham Kolesterol Tinggi

Jika Anda menyebut gorengan, maka beberapa emiten lansung muncul di kepala saya.

POSA, BEKS, LUCK, FREN.

Selain itu, ada masih banyak lagi saham yang dikelompokan sebagai saham gorengan.

Saya tidak akan pernah mau membelinya.

Saham Group Bakrie

Saya tidak berselera dengan saham group Bakrie. Jika Anda pernah mengikuti saham-saham ini yang dulu begitu moncer dan kinclong lalu melihat kondisinya sekarang, Anda pasti tahu alasannya.

Dengan begitu saya tidak membeli BUMI, DEWA, ELTY, BNBR, BTEL, BMRS, ENRG.

Oke.

Itulah saham-saham yang tidak akan pernah saya beli.

Regards,
RA

About the author

Rianto Astono

an author, book obsessive, writing enthusiast, associate, blogger. Internet marketer since 2004.

Get in touch

Please send your email directly to rianto@gaptex.com or follow me via social channels below: