Foot in the door atau “kaki di pintu” bukanlah teknik baru dalam dunia pemasaran. Ia datang dari zaman ketika penjual keliling masih menjajakan produk dari pintu ke pintu.
Tantangan untuk menjual dengan segala macam penolakan yang terjadi pada masa itu menciptakan sebuah anekdot dan teknik diantara para salesman: supaya laku, letakkan kaki di depan pintu!
Bahwa jika pemilik rumah membuka pintu dan salesman meletakkan kakinya sehingga tak dapat ditutup, maka mereka akan punya kesempatan untuk menjelaskan produk yang sedang dijual. Ini berarti peluang yang lebih besar untuk dibeli.
Dari situlah istilahnya berasal.
Dalam perjalanannya, teknik ini berkembang menjadi sebuah konsep penjualan yang jauh berbeda meski tetap menggunakan nama yang sama.
Foot in the door (FITD): Mintalah sesuatu yang lebih kecil. Dan jika setuju, maka besar kemungkinan mereka akan menyetujui permintaan yang lebih besar.
Riset ilmiah dengan beragam test pun dilakukan sejak tahun 1966 untuk membuktikan teknik ini.
Hasilnya luar biasa.
Dua nama yang tercatat menemukan teknik ini adalah Jonathan Freedman dan Scott Fraser dari Stanford University dengan merilis Journal of Personality and Social Psychology (1966, Vol. 4, No. 2, 195-202). yang berjudul “Compliance Without Pressure: The Foot-in-the-Door Technique.”
Marka Hati-Hati Berkendara
Sebuah uji coba dilakukan untuk membuktikan sejauh mana efektifitas FITD.
Para pemilik rumah dengan pekarangan yang cukup luas diminta untuk memasang sebuah marka “Drive Carefully” yang berukuran besar.
Tentu saja, mayoritas menolak.
Tes kemudian dilanjutkan dengan meminta pemilik rumah lainnya untuk memasang sebuah marka “Drive Carefully” yang berukuran jauh lebih kecil.
Hampir seluruh pemilik rumah menyetujui permintaan tersebut.
2 Minggu kemudian, tim kembali datang ke rumah yang memasang tanda kecil untuk meminta agar mereka menggantinya dengan ukuran yang lebih besar.
Hasilnya mencengangkan.
Sebanyak 76% pemilik rumah setuju dengan penggantian marka yang lebih besar.
FITD Vs DITF
Sekarang Anda mungkin ingin bereksperimen lebih dengan memutarbalikan kronologis permintaan.
Bayangkan apa yang terjadi jika kita mengajukan sebuah permintaan yang besar (atau yang tak masuk akal), lalu saat permintaan tersebut ditolak, kita mengajukan permintaan kecil yang jauh lebih masuk akal. Tingkat penerimaannya ternyata juga terbilang baik.
Berikut percobaannya sebagaimana dilansir dari Wikipedia:
Setelah ditolak, mereka diminta untuk mengajak remaja pembangkang jalan-jalan di kebun binatang selama satu hari penuh (permintaan kecil). Kelompok kedua hanya diberi permintaan yang kecil.
Untuk kelompok ketiga, para peneliti mendeskripsikan permintaan yang besar, tetapi juga meminta responden untuk memenuhi permintaan yang kecil. 50% responden di kelompok pertama bersedia memenuhi permintaan yang kecil, sementara di kelompok kedua hanya 17% dan di kelompok ketiga hanya 25%.
Teknik tersebut diatas dinamakan sebagai DITF atau Door in the face. kebalikan dari FITD, yakni: meminta sesuatu yang besar, diikuti dengan permintaan yang lebih kecil.
Keduanya merupakan teknik dalam ilmu psikologi sosial untuk meminimalisir penolakan.
- “Bolehkah aku mencium bibirmu?” diakhiri dengan “Gimana kalau satu kecupan saja di kening?”
- “Harganya 1 milyar.” diakhiri dengan “Untukmu diskon 50% jadi hanya 500jt saja.”
- “Target sales 1000 seminggu” diakhiri dengan “Target 100 saja khusus minggu ini.”
- dst
Dan meski keduanya terbilang efektif pada lapangan kebutuhan yang berbeda, poin yang membedakan adalah dengan FITD kita dapat menghasilkan sesuatu yang besar di belakang, alih-alih hal yang lebih kecil pada DITF.
Penjelasan Ilmiah Mengapa FITD Bekerja
Kembali ke FITD.
Pertanyaannya sudah pasti: Bagaimana seseorang dapat dibujuk untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan?
Ada setidaknya 2 alasan psikologis yang dapat menjelaskan fenomena ini:
- Pertama, manusia cenderung merasa terlibat (atau berhutang) pada sesuatu atau seseorang dimana mereka pernah berinteraksi sebelumnya.
- Kedua, manusia selalu berusaha untuk membenarkan tindakan yang ia lakukan sehingga jika ia sudah memilih satu hal maka ia akan membela pilihannya tersebut.
Maka karena terbukti secara ilmiah, FITD pun diterapkan secara luas, baik dalam strategi bujuk rayu yang remeh-temeh seperti:
- “Bolehkah saya masuk?” diikuti dengan “Bolehkah saya meminjam uang?”
- “Bolehkah saya pergi ke rumah teman selama 1 jam” diikuti dengan “Bolehkah saya juga sekalian menginap”?”
- “Bolehkah saya meminjam bukumu sehari?” diikuti dengan “Bolehkah saya meminjamnya seminggu?”
Dan yang kerap terjadi di mall seperti:
- “Hi kakak, bolehkah saya bertanya?” ketimbang “Hi kakak, mau beli kulkas?”
- “Hi kakak, bisa minta waktu 1 menit?” ketimbang “Hi kakak, minta sumbangan donk buat unicef.”
Hingga kampanye yang lebih serius seperti:
- Mengisi petisi, diikuti dengan pengumpulan dana.
- Mengenakan pin atau kaos, diikuti dengan memilih kandidat calon itu dalam pemilu.
- Mengisi kuisioner, diikuti dengan tes kesehatan tertentu.
- dll
Pada berbagai contoh diatas, perhatikan jika penolakan akan lebih rentan terjadi apabila kita langsung mengajukan permintaan kedua yang lebih besar. Resultante terbukti akan jauh-jauh lebih baik jika dimulai dengan permintaan kecil terlebih dahulu.
Inti dari teknik FITD adalah:
- Mulai dengan meminta sesuatu yang kecil, kemudian lanjutkan dengan yang lebih besar.
- Kedua jenis permintaan tersebut, kecil dan besar harus saling berhubungan.
FITD dalam Penjualan Online
Dalam dunia pemasaran online, FITD dapat digunakan secara efektif untuk beragam kasus dan marketing kampanye.
Meski demikian, mengingat betapa usang dan umumnya teknik ini, kita dituntut untuk lebih kreatif ketika menggunakannya.
Pada contoh yang sudah saya bahas tentang bagaimana meningkatkan konversi email 6x lipat menggunakan FITD, misalnya, alih-alih meminta email yang diatas kertas relatif mudah dan dianggap merupakan salah satu teknik FITD, kita dapat menyelipkan sebuah FITD lain dengan menghadirkan Two-Step Optin Form. Hasilnya pun tak main-main.
Hal yang sama juga berlaku pada jenis marketing lainnya dengan menggunakan FITD.
Begini langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk melakukan FITD pada marketing Anda:
- Pertama, pikirkan jenis permintaan “kecil” yang paling mungkin Anda minta dari pengunjung / prospek / konsumen / pelanggan Anda. Permintaan ini haruslah sesuatu yang mudah dan dapat dilakukan tanpa harus berusaha keras, membakar kalori, bahkan (kalau perlu) tak perlu berpikir. Beberapa aksi yang mudah dilakukan di ranah online diantaranya: klik, share, download, mengisi survey, reply, komentar dan sejenisnya.
- Kedua, dari permintaan “kecil” yang sudah Anda temukan, coba cek kembali adakah permintaan yang lebih kecil lagi dari itu? Ingat dengan teknik FITD pada Two-Step Optin Form, barangkali permintaan ini adalah dengan memulai dengan pertanyaan “yes” dan “no” saja. Supaya lebih efektif, bubuhkan sesuatu di tombol “yes” dan “no” yang memaksa orang untuk klik tombol “yes”. Misal:
- Jika Anda menawarkan voucher, maka Anda dapat membubuhkan tulisan kecil “Saya sangat senang” dibawah tombol “Yes” dan “Saya sudah kaya” di bawah tombol “No”. Percayalah, sedikit orang yang merasa sudah kaya jika itu berkaitan dengan diskon.
- Jika Anda menawarkan survey, maka Anda dapat membubuhkan tulisan kecil “Saya mau terlibat” dibawah tombol “Yes” dan “Saya tidak peduli” di bawah tombol “No”.
- dll
Dengan menggunakan teknik diatas, Anda dapat meningkatkan partisipasi secara drastis sekaligus “memaksa” orang untuk melakukan yang Anda minta tanpa langsung menolaknya di awal.
Kesimpulan
FITD adalah sebuah teknik yang sangat ampuh sehingga sayang untuk dilewatkan begitu saja. Jika selama ini permintaan dan marketing Anda kerap mendapatkan penolakan, besar kemungkinan itu karena permintaan Anda yang kelewat besar. Secara tidak langsung, FITD berhubungan erat dengan traffic temperature, yaitu bagaimana mengubah cold customer menjadi hot customer, mengubah mereka yang menolak menjadi menerima, mengubah mereka yang belum siap menjadi siap, mengubah mereka yang tidak membeli menjadi pembeli.
Dalam dunia pemasaran online, hanya ada sedikit konsumen yang bersedia membeli produk yang tak mereka kenal dan percayai sebelumnya. Dibutuhkan waktu dan proses untuk memanaskan audience sedingin salju menjadi sepanas kompor.
Salah satu caranya mungkin dengan permintaan kecil terlebih dahulu.
Dan saat waktunya tiba, dapatkan yang lebih besar tanpa harus ditolak mentah-mentah.
Semoga bermanfaat,
RA