Bukan bakat.
Bukan talenta.
Bukan tingkat pendidikan.
Bukan lingkungan.
Bukan warisan.
Bukan semua itu.
Kunci untuk sukses dan bahagia adalah ketabahan.
Well.
Kita semua tahu, ada banyak sekali formula dan sikap mental yang digadang-gadang dapat digunakan untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan. Namun hanya sedikit diantaranya yang dibackup oleh penelitian panjang dan data empiris untuk membuktikan akurasinya. Salah satu yang paling klasik dan dapat dijadikan referensi adalah GRIT.
Studi mendalam tentang GRIT sendiri telah dilakukan oleh psikolog Angela Duckworth yang kemudian mendefinisikannya sebagai “ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang.” Studi ini kemudian dituliskannya dalam sebuah buku best-seller berjudul Grit: Kekuatan Passion + Kegigihan yang terbit tahun 2017.
Oke. Jadi apa itu GRIT?
Grit berarti sikap yang teguh dan berani. Jika kita memiliki grit, kita akan terus mencoba memanjat dinding batu tidak peduli berapa kali kita terpeleset dan jatuh.
Grit sendiri bukanlah istilah baru sebab juga pernah dituliskan dalam novel Charles Portis yang terbit tahun 1968 berjudul “True Grit” menceritakan kisah seorang gadis muda di tahun 1800-an yang mewujudkan kualitas ini, bertahan melalui kesulitan dan perjuangan yang ekstrem.
Sementara itu, buku GRIT dari Angela Duckworth mengusung sebuah premis yang tegas dan berani, bahwa “Hal terpenting untuk sukses dan bahagia bukanlah bakat”. Penulis kemudian menjabarkannya secara rinci, panjang, ditunjang dengan beragam riset ilmiah yang dilakukannya.
Duckworth berargumen bahwa faktor utama dari kesuksesan para aktor, pekerja seni, pemenang olimpiade, dan berbagai macam profesi lainnya adalah grit atau kerja keras dan gairah untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Dikisahkan, sebelum mengajar di universitas, Duckworth pernah mengajar Matematika di sekolah negeri di New York. Ia mulai tertarik untuk melihat siapa yang bakal sukses dalam mata pelajarannya ketika mengajar anak SMP.
Anehnya, ia menemukan bahwa IQ bukanlah penentu nilai tinggi siswa-siswinya. Siswa yang IQnya tinggi terkadang masih kalah nilainya dengan siswa ber IQ rata-rata. Ia juga mencari tahu hal yang sama bersama rekan rekannya di kemiliteran AS. Ia ingin melihat kadet mana yang paling mungkin bertahan sampai akhir proses pelatihan. Dalam settingan militer, tentu IQ dan pengetahuan belaka tidak bisa menjamin seseorang akan menyelesaikan proses pelatihan. Banyak faktor lagi yang berperan.
Setelah melakukan berbagai studi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa dalam berbagai kondisi yang mengharuskan mereka untuk mencapai tujuan tertentu ia menemukan bahwa Grit sebagai satu sifat penentu yang paling kuat.
Di dalam buku, Duckworth menjelaskan mengenai passion, sebuah istilah yang sangat hype belakangan ini. Ada banyak orang yang mengejar passion yang mereka miliki tanpa pernah mengetahui maknanya. Orang-orang mengejar passion supaya menjadi sukses dan merasa bahagia. Padahal passion berasal dari akar kata “pati”, bahasa latin yang punya arti “menderita”.
Dengan kata lain, “penderitaan” adalah hal yang akan ditemui oleh setiap orang saat mengejar passion yang mereka miliki. Demikianlah diperlukan grit.
Dalam kalimat yang paling sederhana: Menjadi GRIT adalah menjadi tabah.
Dan ketabahan sendiri lahir dari perpaduan istimewa antara passion dan kegigihan.
Sekali lagi, ketabahan adalah perpaduan istimewa antara passion dan kegigihan.
Sekarang pertanyaannya: seberapa tabah kita mengejar apa yang kita sebut sebagai passion itu? Jangan-jangan kita tidak memilikinya.
Sebab sesungguhnya sikap grit inilah yang menjadi gap antara mereka yang memiliki talenta bawaan dan yang sama sekali tidak berbakat. Inilah gap yang mampu menjelaskan mengapa orang yang punya bakat alami sering gagal mencapai potensi mereka sementara orang lain yang tidak terlalu berbakat bisa menggapai hal-hal yang menakjubkan.
So berikut adalah empat hal yang dimiliki orang-orang yang merupakan teladan dalam hal ketabahan, yaitu:
Pertama adalah minat. Hasrat bermula dari hakikat menikmati apa yang dilakukan. Dengan ketertarikan yang tak surut dan rasa ingin tahu bak anak kecil, orang-orang dengan ketabahan yang kuat tersebut seperti berteriak, “Saya mencintai apa yang saya lakukan!”
Kedua adalah kapasitas untuk berlatih. Untuk menjadi tabah, kita harus melawan rasa cepat berpuas diri dan rasa bosan. “Apapun yang harus saya lakukan, saya ingin semakin mahir,” adalah ucapan yang sering diulang oleh semua teladan ketabahan, apapun minat mereka, dan seunggul apapun mereka. Berlatih dengan cara yang tepat merupakan hal yang sangat penting.
Ketiga adalah tujuan. Yang mematangkan hasrat adalah keyakinan bahwa pekerjaan yang kita lakukan adalah sesuatu yang penting. Apa pun itu, orang-orang yang meneladani kualitas ketabahan selalu berkata, “Pekerjaan saya penting–baik bagi saya maupun orang lain.” Selain itu, tujuan juga menjadi pembeda antara mereka yang berlatih hanya sebagai rutinitas atau untuk mencapai hal-hal tertentu.
Kita bisa jadi melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh orang lain tetapi tidak mencapai yang mereka capai. Kita lari pagi setiap hari. Pelari professional juga melakukannya. Kita makan sehat. Mereka pun melakukannya. Kita disiplin. Setali tiga uang.
Tetapi dengan tujuan, orang-orang itu memiliki pola latihan yang terukur dengan menambah durasi, kecepatan serta melakukan evaluasi. Mereka pun tak jarang memiliki seorang pelatih untuk membantunya.
Maka grit adalah yang membedakan antara mengubah kebiasaan dan mengubah kebiasaan untuk mencapai tujuan dengan latihan-latihan yang terukur dan tepat. Grit adalah level berikutnya setelah kita berhasil membentuk kebiasaan yang baik.
Dan terakhir yang keempat adalah harapan. Harapan adalah kegigihan untuk bangkit. Harapan mendefinisikan setiap tahap. Dari permulaan hingga paling akhir. Sangat penting untuk belajar terus melangkah meskipun menghadapi kesulitan dan saat dilanda keraguan.
So sekarang, hal yang menarik dari studi ini adalah kita dapat melihat seberapa grit kita dengan melakukan tes yang disebut sebagai grit scale yang juga dirancang oleh Duckworth. Anda bisa melakukan tes disini.
Saran saya, kamu harus menjawab pertanyaan tersebut dengan pelan dan jujur untuk mendapatkan skor yang akurat.
Semakin tinggi skor yang didapat, semakin grit Anda.
Sebagai perbandingan, rata-rata skor orang dewasa Amerika adalah 3,8. Tentu saja skor diatas rata-rata akan lebih baik.
Secara garis besar, berikut 4 tipologi grit yang dapat menjadi acuan bagi kita untuk menganalisa diri kita sekaligus karakteristik yang dapat dijadikan rujukan untuk menjadi grit:
1. Tipe Achiever
Tipe achiever paham apa yang ingin dicapainya dan mampu menetapkan tujuan jangka panjangnya. Mereka tekun dan tidak mudah menyerah saat menghadapi kendala sehingga mereka mampu bekerja keras untuk mencapai tujuannya.
2. Tipe Planner
Orang dengan tipologi ini tahu apa yang ingin dicapainya dan mampu menetapkan sasaran jangka panjangnya. Namun, mereka kurang tekun—dibandingkan tipe Achiever—dalam berupaya mencapai sasaran tersebut.
3. Tipe Executor
Tipe executor sebetulnya orang yang tekun berupaya mencapai target. Namun, mereka belum memiliki pemahaman mengenai minat dan arah yang ingin dicapainya sehingga mudah berganti arah tujuannya. Mereka membutuhkan bimbingan orang lain untuk menetapkan sasaran.
4. Tipe Pivoter
Tipe ini belum mengenali minat pribadinya secara spesifik sehingga belum mampu menentukan arah tujuan yang ingin dicapainya. Orang dengan tipe pivoter pun mudah menyerah saat menghadapi kesulitan. Mereka akan cepat kehilangan semangat dan membutuhkan dukungan orang lain untuk kembali fokus dalam mencapai tujuannya.
So, tipe manakah kamu? Dan jawab dengan jujur apakah itu mencerminkan apa yang kamu capai hari ini?