Lain kali. Saat meminta sesuatu, gunakanlah kata “karena” ditambah sebuah alasan untuk memperbesar tingkat penerimaannya.
Sebuah studi pada tahun 1978 yang dilakukan oleh Ellen Langer dari Harvard University berjudul: “The Mindlessness of Ostensibly Thoughtful Action: The Role of “Placebic” Information in Interpersonal Interaction” atau yang dikenal sebagai Copy Machine Study atau Xerox Study berhasil membuktikannya.
Hanya dengan menambahkan kata “karena” beserta alasannya, kita dapat meningkatkan penerimaan hampir 2x lipat, bahkan untuk alasan yang receh.
Berikut eksperimennya:
Seseorang meminta untuk memotong antrian untuk fotokopi di sebuah kampus. Ada 3 percobaan dengan 3 kalimat yang berbeda yang digunakan untuk melihat reaksinya.
1. “Permisi, saya mau fotokopi 5 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu?
2. “Permisi, saya mau fotokopi 5 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu, karena saya sedang terburu-buru?”
3. “Permisi, saya mau fotokopi 5 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu, karena saya harus fotokopi?”
Hasilnya:
1. 60% orang setuju.
2. 94% orang setuju.
3. 93% orang setuju.
Ini tentu mengejutkan.
Ternyata cuma menambahkan kata “karena”, tingkat penerimaan melonjak hampir 2x lipat, bahkan jika alasan yang diberikan setelah kata karena adalah recehan yang tidak masuk akal.
Lihat saja, pada eksperimen no 3, alasan yang diberikan: “karena saya harus fotokopi”. Ini cuma beda 1% dengan alasan yang lebih solid di no 2.
The Power of “Karena”
Peneliti pun membuat hipotesa atas apa yang terjadi.
Secara psikologis, manusia memiliki kecenderungan untuk otomatis menerima sebuah permintaan saat mendengarkan kata “karena” yang diikuti oleh alasan tertentu.
Istilah yang menggambarkan fenomena ini disebut heuristic, yakni sebuah mental shortcut yang mengizinkan kita untuk membuat keputusan, menilai atau menyelesaikan masalah dengan cepat menggunakan alur pikir dan usaha seminimal mungkin.
Otak manusia dirancang untuk bereaksi pada kata “karena” secara autopilot dan magis. Terpicu untuk setuju akan sesuatu, dimana pada banyak kasus, kita berhenti memerhatikan apa yang berada di belakang kata “karena”. Cukup mendengarkannya saja, kita pun setuju.
Jika kita ingat, ternyata kita memang terlatih dan terbiasa dengan ini. Saat kita masih kecil dan disuruh orangtua untuk mengerjakan sesuatu, seperti:
“Bambang, bersihkan kasurmu!”
“Mengapa?” tanya si Bambang sambil makan kuaci.
Jawaban ibu barangkali seperti ini:
“Karena kasurmu kotor.”
“Karena kamu harus membersihkannya”.
“Karena ibu suruh.”
“Karena kamu anak yang baik.”
Dan kita menurut.
Sama patuhnya ketika alasan lebih kuat diberikan, seperti:
“Karena kebersihan adalah sebagian dari iman.” atau “karena kasur yang kotor dapat menjadi sarang penyakit”, atau “karena ibu sedang tidak enak badan.”
Pada berbagai konteks sosial lainnya, kita memang kerap hanya kepingin tahu apa yang melandasi sebuah pendapat, keinginan, pujian atau cemooh, meski alasan itu tak akurat atau bahkan sama sekali keliru.
Sekuat itulah kata “karena” bagi otak manusia.
Kembali ke Xerox Study.
Eksperimen kemudian dilanjutkan dengan 3 kalimat yang sama. Namun kali ini ada 20 halaman yang perlu difotokopi, atau 4x lipat dari permintaan sebelumnya.
Berikut hasilnya:
1. “Permisi, saya mau fotokopi 20 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu? – 24% Setuju.
2. “Permisi, saya mau fotokopi 20 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu, karena saya sedang terburu-buru?” – 42% Setuju.
3. “Permisi, saya mau fotokopi 20 halaman. Bolehkah saya menggunakan Xerox terlebih dahulu, karena saya harus fotokopi?” – 24% Setuju.
Ups. Ternyata untuk permintaan yang lebih besar, alasan yang diberikan juga harus lebih kuat.
Ya eyalah. Tidak semudah itu juga, Bambang!
Tips Menggunakan “Karena” Untuk Menjawab “Mengapa”
Sampai disini, kita dapat menarik 2 kesimpulan:
Pertama: selalu berikan alasan untuk setiap permintaan menggunakan kata “Karena”.
Kedua: jika permintaan itu kecil, kita dapat menggunakan alasan apa saja. Tetapi untuk permintaan yang besar, alasannya harus lebih kuat dan masuk akal.
Maka gunakanlah kata “karena” ditambah sebuah alasan untuk memperbesar tingkat penerimaannya setiap kali meminta sesuatu.
Strategi ini dapat kita pakai secara luas, baik pada percakapan sehari-hari dengan teman atau pacar, juga dalam bisnis.
Kita dapat menerapkannya pada sales letter, email, ads copy, percakapan dengan prospek, dan penawaran-penawaran bisnis lainnya. Termasuk dalam copywriting.
Alih-alih menggunakan line seperti ini:
- Anda pasti membutuhkan produk X.
- Beli sekarang juga.
- Jika suka, share status ini.
- Download gratis.
- Subscribe!
Tambahkanlah “karena” beserta alasannya, menjadi seperti ini:
- Anda pasti membutuhkan produk X karena ini yang terbaik
- Beli sekarang juga karena besok harga naik.
- Jika suka, share status ini karena akan bermanfaat bagi teman yang lain.
- Download gratis karena ini hari Kamis.
- Subscribe karena subscribe itu gratis!
Atau gunakan untuk mengarahkan atau meminta sesuatu dengan lebih mudah, misalnya:
- Apakah saya boleh mengganggu sebentar, karena saya ditugaskan untuk menghubungi Anda?
- Saya tidak suka menunggu, karena menunggu itu membosankan.
- Saya mau ke rumahmu, karena rindu.
- Kita harus lebih rajin bekerja, karena kita mau terus maju.
Juga saat meminta pengertian atau mengoreksi kesalahan, seperti:
- Saya minta maaf, karena saya salah.
- Saya datang agak terlambat, karena macet parah.
- Pengiriman sedikit lama, karena sedang korona.
dan seterusnya.
Silahkan ulangi contoh-contoh diatas. Cobalah membaca dengan dan tanpa kata “karena” untuk merasakan perbedaannya.
Kesimpulan
The Power of Karena – Xerox study ini adalah ilmu psikologi yang bukan cuma terbukti secara ilmiah melainkan juga sangat sederhana.
Dengan penjelasan yang saya berikan, tak ada lagi alasan untuk tidak menggunakan kata “karena” untuk meningkatkan penerimaan dari yang Anda minta.
Karena itu mudah, murah, bisa langsung diterapkan tanpa harus jual rumah.
Semoga bermanfaat,
RA